Sebelum Terlambat, Yuk Peduli Fungsi Ginjal Sejak Dini
A
A
A
JAKARTA - Tindakan preventif yang sederhana dapat mencegah perburukan fungsi ginjal , mencegah terjadi komplikasi, hingga meningkatkan kualitas hidup pasien.
Pada 2016 penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan penyakit katastropik kedua terbesar setelah penyakit jantung yang menghabiskan biaya kesehatan sebesar Rp2,6 triliun. PGk adalah kondisi saat fungsi ginjal menurun secara bertahap karena kerusakan ginjal. Secara medis, gagal ginjal kronis didefinisikan sebagai penurunan laju penyaringan atau filtrasi ginjal selama tiga bulan atau lebih.
Menurut Prof Dr dr Suhardjono SpPD-KGH KGer, penyakit ginjal dapat ditimbulkan karena diabetes dan hipertensi. Karena itu, salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mencegah penyakit ginjal adalah dengan mengendalikan kedua penyakit itu.
"Sebab, jika kadar gula darah dan tekanan darah tidak terkontrol, lama kelamaan ginjal akan rusak. Kalau mengalami gejala penyakit ginjal atau punya riwayat penyakit ginjal di keluarga, pasien disarankan menjalani pemeriksaan rutin," ujarnya, dalam acara “Kalbe Peringati Hari Ginjal Sedunia” yang diadakan Kalbe Ethical Customer Care (KECC) dan Indonesia Kidney Care Club (IKCC) di RS St Carolus Salemba.
Agnes Wiraraharja, Head of Kalbe Ethical Customer Care, PT Kalbe Farma Tbk, mengatakan, Hari Ginjal Sedunia rutin diperingati KECC dan IKCC. "Kami terus memberi semangat agar para pasien ginjal tidak putus asa dan tetap produktif dalam menjalankan aktivitas. Diharapkan, lewat kegiatan ini, masyarakat tergerak memperbaiki gaya hidup sehari-hari agar terhindar dari penyakit ginjal," kata Agnes.
Salah satunya dengan melakukan pemeriksaan laboratorium sebagai deteksi dini PGK. PGK tidak bisa sembuh, tetapi bisa dicegah dan dapat dikendalikan. Tujuan pengobatan pun untuk memperlambat penurunan fungsi ginjal dan mencegah dialisis. (Baca: Waspada! Benjolan Diperut Bisa Jadi Kanker Ginjal)
Dr Suhardjono menyebutkan beberapa pencegahan yang bisa dilakukan. Pencegahan primer, misalnya, pada populasi sehat. Pada kelompok ini tindakan preventif yang dilakukan ialah menghindari faktor risiko yang ada. Caranya dengan berolahraga 150 menit/minggu atau 30 menit/hari, rutin memantau gula darah dan tekanan darah, serta menyantap makanan bergizi seimbang.
"Jangan lupa minum yang cukup 1.500-2.000 cc, tidak minum obat sembarangan, dan stop merokok," beber dr Suhardjono. Merokok mengakibatkan hipoksia, yakni kondisi kurangnya pasokan oksigen di sel dan jaringan tubuh untuk menjalankan fungsi normalnya. Dalam jangka panjang, hipoksia sebabkan kerusakan organ, termasuk ginjal.
Untuk diketahui, penyebab gangguan ginjal paling banyak adalah hipertensi. Bahkan, 1 dari 3 orang di dunia menderita hipertensi. Selain hipertensi dan diabetes, mereka yang sering konsumsi obat penghilang rasa nyeri juga berisiko terkena gangguan ginjal. Hindari konsumsi gula, garam, dan lemak berlebih, termasuk makanan berproses seperti makanan kalengan.
Dr Suhardjono menyarankan pasien ginjal untuk mengonsumsi daging putih ketimbang daging merah karena daging merah mempercepat penurunan fungsi ginjal. Tidak lupa menghindari minuman bersoda. Konsumsi obat sebaiknya hanya jika perlu, mengingat beberapa jenis obat bersifat nefrotoksik (merusak ginjal) jika dikonsumsi dalam jangka panjang. "Kalau cuma pegal-pegal, istirahat saja. Jangan minum obat," sarannya.
Adapun pencegahan sekunder, yaitu pada populasi berisiko ialah dengan melakukan deteksi dini. Anda perlu tahu, sebagian besar kasus ginjal tanpa gejala. Gejala baru muncul setelah fungsi ginjal turun hingga 90%. Karena itu, pada populasi berisiko yaitu pasien penyakit hipertensi misalnya, sebaiknya rutin cek tekanan darah. Untuk pasien diabetes, pencegahan agar tidak komplikasi ginjal adalah dengan memeriksa gula darah berkala. (Baca juga: Edukasi Kesehatan Ginjal Sangat Penting Buat Masyarakat)
Sementara, mereka yang obesitas dianjurkan diet seimbang dan olahraga teratur. Adapun pencegahan tersier pada penderita PGK sendiri, tindakan pencegahan dilakukan guna menghindari terjadi komplikasi. "Pada pasien PGK, harus bekerja sama dengan dokter, jangan konsumsi obat/herbal tanpa sepengetahuan dokter, serta lakukan pemeriksaan kesehatan berkala," tutur dr Suhardjono. (Sri Noviarni)
Pada 2016 penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan penyakit katastropik kedua terbesar setelah penyakit jantung yang menghabiskan biaya kesehatan sebesar Rp2,6 triliun. PGk adalah kondisi saat fungsi ginjal menurun secara bertahap karena kerusakan ginjal. Secara medis, gagal ginjal kronis didefinisikan sebagai penurunan laju penyaringan atau filtrasi ginjal selama tiga bulan atau lebih.
Menurut Prof Dr dr Suhardjono SpPD-KGH KGer, penyakit ginjal dapat ditimbulkan karena diabetes dan hipertensi. Karena itu, salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mencegah penyakit ginjal adalah dengan mengendalikan kedua penyakit itu.
"Sebab, jika kadar gula darah dan tekanan darah tidak terkontrol, lama kelamaan ginjal akan rusak. Kalau mengalami gejala penyakit ginjal atau punya riwayat penyakit ginjal di keluarga, pasien disarankan menjalani pemeriksaan rutin," ujarnya, dalam acara “Kalbe Peringati Hari Ginjal Sedunia” yang diadakan Kalbe Ethical Customer Care (KECC) dan Indonesia Kidney Care Club (IKCC) di RS St Carolus Salemba.
Agnes Wiraraharja, Head of Kalbe Ethical Customer Care, PT Kalbe Farma Tbk, mengatakan, Hari Ginjal Sedunia rutin diperingati KECC dan IKCC. "Kami terus memberi semangat agar para pasien ginjal tidak putus asa dan tetap produktif dalam menjalankan aktivitas. Diharapkan, lewat kegiatan ini, masyarakat tergerak memperbaiki gaya hidup sehari-hari agar terhindar dari penyakit ginjal," kata Agnes.
Salah satunya dengan melakukan pemeriksaan laboratorium sebagai deteksi dini PGK. PGK tidak bisa sembuh, tetapi bisa dicegah dan dapat dikendalikan. Tujuan pengobatan pun untuk memperlambat penurunan fungsi ginjal dan mencegah dialisis. (Baca: Waspada! Benjolan Diperut Bisa Jadi Kanker Ginjal)
Dr Suhardjono menyebutkan beberapa pencegahan yang bisa dilakukan. Pencegahan primer, misalnya, pada populasi sehat. Pada kelompok ini tindakan preventif yang dilakukan ialah menghindari faktor risiko yang ada. Caranya dengan berolahraga 150 menit/minggu atau 30 menit/hari, rutin memantau gula darah dan tekanan darah, serta menyantap makanan bergizi seimbang.
"Jangan lupa minum yang cukup 1.500-2.000 cc, tidak minum obat sembarangan, dan stop merokok," beber dr Suhardjono. Merokok mengakibatkan hipoksia, yakni kondisi kurangnya pasokan oksigen di sel dan jaringan tubuh untuk menjalankan fungsi normalnya. Dalam jangka panjang, hipoksia sebabkan kerusakan organ, termasuk ginjal.
Untuk diketahui, penyebab gangguan ginjal paling banyak adalah hipertensi. Bahkan, 1 dari 3 orang di dunia menderita hipertensi. Selain hipertensi dan diabetes, mereka yang sering konsumsi obat penghilang rasa nyeri juga berisiko terkena gangguan ginjal. Hindari konsumsi gula, garam, dan lemak berlebih, termasuk makanan berproses seperti makanan kalengan.
Dr Suhardjono menyarankan pasien ginjal untuk mengonsumsi daging putih ketimbang daging merah karena daging merah mempercepat penurunan fungsi ginjal. Tidak lupa menghindari minuman bersoda. Konsumsi obat sebaiknya hanya jika perlu, mengingat beberapa jenis obat bersifat nefrotoksik (merusak ginjal) jika dikonsumsi dalam jangka panjang. "Kalau cuma pegal-pegal, istirahat saja. Jangan minum obat," sarannya.
Adapun pencegahan sekunder, yaitu pada populasi berisiko ialah dengan melakukan deteksi dini. Anda perlu tahu, sebagian besar kasus ginjal tanpa gejala. Gejala baru muncul setelah fungsi ginjal turun hingga 90%. Karena itu, pada populasi berisiko yaitu pasien penyakit hipertensi misalnya, sebaiknya rutin cek tekanan darah. Untuk pasien diabetes, pencegahan agar tidak komplikasi ginjal adalah dengan memeriksa gula darah berkala. (Baca juga: Edukasi Kesehatan Ginjal Sangat Penting Buat Masyarakat)
Sementara, mereka yang obesitas dianjurkan diet seimbang dan olahraga teratur. Adapun pencegahan tersier pada penderita PGK sendiri, tindakan pencegahan dilakukan guna menghindari terjadi komplikasi. "Pada pasien PGK, harus bekerja sama dengan dokter, jangan konsumsi obat/herbal tanpa sepengetahuan dokter, serta lakukan pemeriksaan kesehatan berkala," tutur dr Suhardjono. (Sri Noviarni)
(ysw)